INFOMARITIM.COM – Gabungan sejumlah asosiasi nelayan dari wilayah Pantura Jawa, Jakarta, dan Bali yang tergabung dalam Front Nelayan Bersatu menolak penerapan kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT).
Penolakan itu setelah penerbitan aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) No.11/2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur (PIT) pada Juli 2023. Setelah aturan itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan mengeluarkan Surat Edaran Nomor SE Nomor B.1569/MEN-KP/X/2023 yang ditanggalkan pada 2 Oktober 2023.
Ketua Front Nelayan Bersatu (FNB), Kajidin menyampaikan seluruh nelayan di Indonesia keberatan dengan aturan itu. Sebabnya, nelayan dirugikan karena aturan tersebut membuat nelayan tidak bisa melaut dan memperoleh penghasilan.
Selain itu, aturan tersebut juga menegaskan adanya indikasi pemaksaan dan pemerasan pembayaran hasil tangkapan oleh pemerintah. Hal itu terindikasi dari upaya pemerintah melalui KKP meminta pemilik kapal maupun asosiasi nelayan diharuskan melunasi biaya PNBP pasca bayar terlebih dahulu untuk memperoleh kouta tangkap. Tanpa pembayaran itu, KKP tak akan memberikan kouta kepada pengusaha kapal.
Baca Juga:
Kemnaker Apresiasi Langkah Austria Kembangkan BLK Maritim
Korps Marinir Anugerahkan Mahfud MD sebagai Warga Kehormatan
KKP Perketat Pengawasan Pendaratan Ikan di Pelabuhan Perikanan
“Kami menolak kebijakan PIT. KKP Tidak pernah mendengar aspirasi nelayan, ” Ujar Kajidin dalam siaran persnya.
Dari hal itu, FNB tak ingin mengikuti proses kebijakan PIT. Gabungan asosiasi nelayan seluruh Indonesia juga bersepakat untuk menolak mengisi form evaluasi mandiri atau laporan mandiri tangkapan ikan serta permohonan sertifikasi kouta.
Tak hanya itu, FNB juga menyerukan kepada seluruh anggota asosiasi nelayan seluruh Indonesia tidak mengisi hal itu. Tindakan tersebut sebagai bentuk protes atas kebijakan PIT dan penerapan kuota.
“Kami semua bersepakat tidak mau mengisi form laporan mandiri tangkapan Ikan dan form PIT” ujar Kajidin.
FNB juga mendesak KKP mencabut aturan kebijakan PIT. Selain itu FNB juga meminta untuk dapat bertemu dan beraudiensi dengan Menteri KKP, Wahyu Sakti Trenggono untuk menyampaikan sejumlah tuntutan. “Kami ingin bertemu menteri. Jika tidak bisa bertemu. Kami akan demo nasional, ” kata Kajidin.
Dalam kesepakatannyam mereka meminta pencatatan ikan di pelabuhan untuk kapal dengan PNBP pascabayar sering berbeda antara petugas dari KKP dan pelaku usaha. Seringkali timbangan yang digunakan adalah catatan petugas KKP dan itu sangat merugikan pelaku usaha. ” Perlu dicarikan solusi bersama agar gal ini tidak merugikan pelaku usaha,” kata dia.
Banyak pelaku usaha yang masih kebingungan mengenai penetapan kouta sampai dengan keluar sertifikat kouta. Mohon penjelasan dari KKP agar hal tersebut menjadi jelas. Pelaku usaha mendapatkan penjelasan yang berbeda-beda dari pengawai KKP mengenai aturan PIT yang akan diberlakukan. “Bagaimana aturan ini bisa berjalan dengan baik kalau pegawainya sendiri berbeda beda dalam menafsirkan aturan tersebut,” jelasnya.
Pelaku usaha menolak perlakuan tarif PHP bagi kapal yang tidak beroperasi. Karena pada tahun 2021 KKP sudah mengatakan. Ahmad PNBP dipungut atas hasil tangkap.
Kemudian, pelaku usaha mengeluhkan adanya pungutan ganda (PNBP Pra dan Pasca Produksi)pada satu kapal. Kami menolak aturan tersebut karena tidak sesuai dengan aturan yang mereka buat.
Aturan migrasi untuk kapal yang berukuran 5GT-30GT mohon dikaji kembali karena akan membuat nelayan kecil semakin sulit. Mereka juga Menolak diberlakukannya sumbangan negara bagi kapal tangkap ikan yang kurang bayar PNBP.
FNB dan pelaku usaha perikanan tangkap menolak untuk melakukan evaluasi mandiri dan pengisian permohonan sertifikasi kouta sebelum beraudiensi dengan Menteri KKP
Penulis : Imam Rosidi
Editor : Imam Rosidi
Sumber Berita : Siaran Pers